Self-love, sanity or vanity?

Image source: Brilio

"Aku mau lakuin apa yang aku suka, Bodo amat orang mau ngomong apa pokoknya aku seneng. Aku mau self-love."

Ada yang pernah berpikir seperti itu? Yakin itu self-love? Bukannya ego? Well, kayaknya bedanya tipis banget ya, antara ego dan self-love ini. Ada yang merasa bahwa self-love itu melakukan apa yang disuka tanpa peduli dengan perasaan orang lain dan opini orang lain tentang mereka, ada juga yang menyebut bahwa self-love adalah penerimaan terhadap diri sendiri tapi tidak menutup diri dari opini orang lain. Kira-kira kamu tim yang mana? Udah pernah coba bertanya-tanya lagi nggak, yang kamu lakukan ini self-love atau ego? Coba kita kupas satu-satu, yuk...

Sebenarnya banyak definisi dari self-love sendiri. Beberapa menyatakan bahwa self-love adalah konsep dasar kebutuhan manusia dimana hal ini berhubungan dengan moral flaw, sanity dan selfishness, Tapi seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, self-love didefinisikan sebagai hal positif yang berhubungan dengan mental health. Kalau dilihat dari sisi kesehatan mental, self-love ini diperlukan untuk menjaga pikiran kita untuk tetap positif sehingga bisa meminimalisir depresi mungkin bisa berujung ke bunuh diri. Wow, ngeri juga ya.

Nah, kali ini aku pengen bahas self-love dari sisi mental health, ya. Seperti yang kita tahu, mental health issue, khususnya self-love saat ini rasanya kayak lagi tren banget ya topiknya. Hampir setiap buka media sosial, aku selalu nemu konten yang ngomongin tentang isu ini, entah satu dua, pasti ada aja. Aku dan teman-teman pun sering banget deep talks tentang topik ini. Ada yang paham bahwa self-love ini tentang acceptance, tapi ada juga yang menganggap self-love ini adalah berbuat semaunya tanpa peduli orang lain alias egois -tapi mereka nggak mau dibilang egois-. HEY KALIAN TOLONG YA SADAR, KALAU YANG JENIS KEDUA ITU EGOIS HEYYY! eh maaf ngegas haha.

Oke balik lagi. Kalau dipikir-pikir memang bedanya tipis banget ya antara vanity dan sanity ini. Baik, sekarang aku mau bahas self-love berdasarkan opini dan beberapa sumber yang pernah aku baca, ya. Kalau menurutku sendiri, self-love itu tentang bagaimana kita menerima kekurangan kita, tapi nggak lantas menjadikan self-love sebagai alibi untuk tidak menerima masukan agar kita berubah menjadi lebih baik. Gimana maksudnya?

Jadi gini, misal kalau dari kasusku aku punya berat badan yang bisa dibilang berlebih alias gemuk. Ada nih beberapa temanku bilang "Kamu nggak mau diet? Ya diet aja, nggak ada salahnya terapin pola hidup sehat. Kalau berat badan turun ya bonus aja gitu,". Coba tebak responku gimana waktu itu? Yap, aku cuma bilang iya tapi aku agak dongkol karena aku nggak suka dikritik fisik saat itu. Itu menurutku ego, kenapa? Ya, lihat aja, dia kritiknya baik dan sopan, tapi aku malah sebel. Padahal kritiknya buat kebaikanku juga. Aku nggak peduli sama kritik dia dan aku malah makan sesukaku, akhirnya berat badanku makin naik dan aku makin sebel. Dulu, aku menganggap makan semauku itu self-love sampai aku berada di titik frustrasi karena angka di timbangan makin naik. Saat frustrasi, untungnya aku masih berpikir logis seperti "Iya juga, ya. Harusnya waktu itu aku dengerin dia buat mulai jaga makanan dan terapin pola hidup sehat,". Lalu, setelah aku baca-baca artikel di situs psikologi dan thread-thread di twitter yang ditulis oleh psikolog atau yang concern di bidangnya aku jadi paham bahwa self-love bukan hanya tentang melakukan apa saja yang kita suka tanpa mendengarkan masukan orang lain. Tapi self-love adalah tentang menerima kekurangan kita tapi tetap menerima masukan orang lain jika masukan itu disampaikan dengan sopan dan bertujuan untuk mengajak kita ke arah yang lebih baik.

Terus, gimana proses yang aku lalui dari vanity hingga menjadi sanity? Oke, aku jelasin satu-satu ya. Aku nggak bermaksud menggurui, tapi aku hanya berbagi tentang gimana magic-nya acceptance.

Fase pertama yang aku alami adalah berada pada titik semua orang mulai meninggalkan aku dan merasa bahwa dunia tidak pernah berpihak padaku. Titik ini adalah titik dimana aku pertama kali menyadari bahwa yang aku lakukan sebelumnya adalah ego. Aku melakukan segala yang aku suka tanpa peduli tentang orang-orang di sekitarku. Nggak peduli mereka memberi kritik membangun, nggak peduli mereka melakukan itu karena manyayangiku, duh pokoknya anti-kritik banget deh. Kalau kalian deket-deket sama aku waktu itu pasti kalian ilfeel, deh. Yakin banget.

Setelah aku sadar semua orang meninggalkan dan diri sendiri makin kacau, aku mulai introspeksi diri dan bertanya-tanya "Apa yang salah dariku? Kenapa orang-orang ninggalin aku? Kenapa aku jadi kayak gini? Kenapa aku nggak bahagia?" dan kenapa-kenapa lainnya yang membuatku semakin frustrasi. Hampir tiga bulan nggak ngapa-ngapain. Kerjaannya cuma tidur-bangun-nonton drama-makan-pup-nangis tiap malem-repeat, gituuuu terus. Mandi? Jarang, jorok deh wkwkwk. Capek? Jelas. Bingung? Udah pasti. Bahagia? ENGGAK!

Terus gimana akhirnya bisa bangkit lagi? Fase yang aku lakukan selanjutnya adalah kenalan lagi sama diri sendiri, mencari tahu apa kekuranganku dan break-down satu per satu. Gimana caranya? Aku mulai dari menjawab kenapa-kenapa yang banyak tadi. Aku jawab satu-satu dan aku tulis, Misal, kenapa semua orang ninggalin aku? Aku jawab sendiri dengan cara flashback interaksi yang pernah terjadi sama mereka. Mungkin aku yang memaksakan kehendak tanpa peduli perasaan mereka, mungkin aku bercanda keterlaluan dan menyinggung mereka, atau mungkin aku memperlakukan mereka dengan tidak baik tapi aku pengen mereka baik terus ke aku. Ya, hal-hal semacam itu aku list semua yang kemungkinan menjadi alasan mereka meninggalkan aku.
Contoh lain, kenapa ya aku nggak percaya diri? Oh, mungkin karena aku -merasa- jelek atau tidak cantik, berkulit gelap dan aku gemuk. Ini mungkin sekilas nggak bisa diubah karena fisik kan pemberian Tuhan, ya. Tapi tunggu dulu, kita ke fase berikutnya.

Selanjutnya adalah, menerima yang tidak bisa diubah, mengubah yang bisa diperbaiki dan think positive. Hah? Gimana tuh? Jadi gini, menerima yang tidak bisa diubah itu misalnya kulit gelap dan bentuk fisik. Mungkin hal ini sekilas nggak bisa diubah, tapi nggak serta-merta dibiarin gitu aja. Masa udah kulitnya gelap dibiarin buluk juga? Masa udah tau gemuk dan nggak sehat dibiarin gitu aja? Menurut pemahamanku, konsep self-love nggak gitu. Tapi begini, aku punya kulit gelap nih, oke nggak masalah. Tapi aku nggak mau kalau kulitku kusam, jerawatan dan komedoan. Masa udah item, nggak bersih juga? Yaudah, aku jaga pakai skincare aja. Setidaknya kalau nggak putih ya bersih, deh. Terus aku gendut nih. Oke nggak masalah, tapi aku harus sehat. Apa yang aku lakukan? Aku mulai atur pola makan sehat, minum banyak air mineral dan menjaga biar nggak kekenyangan. Btw, kekenyangan itu juga kadang nyiksa loh, nggak enak di perut. Setelah aku melakukan pola hidup sehat dan diet, aku seneng karena bonusnya nggak cuma kurusan. Tapi kulit juga kelihatan lebih bersih dan cerah karena banyak minum air dan konsumsi buah-sayur.
Terus mengubah yang bisa diperbaiki ini tentang interaksiku dengan orang lain. Misalnya mulai self-control biar nggak gampang berbuat seenaknya, seperti bercanda yang menyinggung. Terus juga emotional management biar nggak gampang triggered sama hal-hal yang bikin marah atau sedih. Lalu meningkatkan kepedulian dan kepekaan sama perasaan dan kondisi orang lain. Pokoknya dalam hal interaksi dengan orang lain dan innerpeace ini aku menerapkan wisdom "perlakukanlah orang lain sebagaimana kamu ingin diperlakukan". Tapi wisdom itu harus diimbangi dengan menurunkan ekspektasi bahwa orang yang kita perlakukan dengan baik akan baik juga ke kita, karena kebaikan yang datang tuh nggak melulu dari orang yang kita perlakukan baik, tapi bisa juga dari orang lain. Misal kita baik ke si A, kita jangan berekspektasi tinggi si A bakal baik ke kita juga karena bisa jadi balasan dari kebaikan kita diberikan melalui si B,C atau D, bahkan bisa jadi berkali-kali lipat dari kebaikan yang kita lakukan ke si A. Intinya sih baik aja dulu, nanti juga ada balasannya.
Lalu, think positive. Berpikir positif bahwa penerimaan dan perubahan yang kita lakukan akan membuahkan hasil yang baik. Berpikir positif tentang kritik dan saran yang orang berikan pada kita adalah bentuk kepedulian mereka. Terima masukan yang disampaikan dengan baik dan sopan ke kita, terus coba pertimbangkan opini itu bener atau enggak, pertimbangkan opini itu kayanya "boleh juga nih" atau enggak. Jangan telan mentah-mentah, jangan buang mentah-mentah, pertimbangkan.

Selanjutnya adalah self-reward. Jangan nunggu orang lain buat ngasih pujian atau penghargaan atas perubahan yang kita lakukan, kita kasih reward buat diri kita sendiri. Misalnya kalau udah mencapai target suatu berat badan, kita reward dengan makanan favorit yang udah lama nggak dimakan karena nggak sehat, jalan-jalan karena udah berhasil self-control atau emotional management. Memberikan reward semacam ini tuh bisa bikin kita menyadari hasil dari proses perubahan yang kita lakukan dan bikin kita makin mencintai diri sendiri. Really meaningful.

Terakhir, hasil dari melakukan itu semua adalah peaceful. Serius deh, hidup tuh jadi lebih damai kalau kita melakukan perubahan dengan tujuan supaya kita bisa mencintai diri kita sendiri, bukan karena dendam. Percaya deh, semua yang diterima dengan pikiran positif bakal menghasilkan output yang positif juga.

Tapi ngomong-ngomong, yang paling susah dari semuanya adalah konsisten. Apalagi di bagian proses perubahan. Pas diet, ada aja cheating-nya gara-gara nggak kuat tahan nafsu. Pas skincare-an, ada aja malesnya kalau pulang main udah capek banget dan pengen langsung tidur. Self-control, ada aja momen-momen kelepasan karena terlalu nyaman sama circle. Emotional management, ada aja saat-saat nggak sabarannya. Tapi itu wajar dalam proses perubahan. Kalau kata orang bijak "dipaksa, terpaksa, terbiasa.", gitu hehe. Selama prosesku sih, yang paling susah adalah emotional management, gimana ya soalnya aku agak baperan dan moody huhu. Sampai saat ini pun aku masih berproses dalam emotional management, karena menurutku ini tuh proses seumur hidup. Bakal ada aja momen dimana kesabaran kita diuji, keikhlasan kita dikhianati dan ketulusan kita disalahgunakan. Eh maaf curhat dikit wkwkwk.

Oh iya, mencintai diri sendiri juga nggak harus selalu tentang mengubah atau menjadi lebih baik ya. Mencintai diri sendiri juga bisa dengan memahami hal-hal absurd yang kita punya tapi kita menerima dan hal itu nggak mengurangi cintanya kita pada diri sendiri. Misalnya aku sering kentut kalau mau tidur, aku menerima dan menertawakan hal itu tapi aku tetap mencintai diriku karena emang nggak bisa diubah kan ya, yaudah jadiin inside joke aja dimana yang paham adalah diriku sendiri juga haha.

Lalu apa yang aku dapetin setelah aku melakukan perubahan dan mencapai self-love? Percaya nggak percaya, tapi ini beneran. Aku jadi lebih percaya diri karena udah kurusan dan kulit jadi lebih bersih akibat dari diet dan skincare. Aku kembali mendapatkan tempat di circle-ku dan beberapa dari mereka bilang, "Dulu kamu tuh orang yang agak aku hindari karena agak jutek dan nyebelin. Tapi nggak tahu kenapa, sekarang tuh kamu jadi lebih soft, lovey dovey dan modelan orang yang aku pengen jadiin temen deket untuk sharing dan diskusi.", asli deh itu warming heart banget :')

Well, kira-kira begitu lah ya tentang self-love ini. Inti dari semua adalah "Mencintai diri sendiri adalah menerima kekurangan, menjaga kesehatan fisik dan mental. Mencintai diri sendiri bukan berarti berbuat seenaknya dan tutup telinga dengan masukan, lalu menjadi egois. Tapi tetap menerima opini yang disampaikan dengan sopan, lalu mempertimbangkannya untuk perubahan yang lebih baik. Kemudian berdamai. It's sanity.". Lagian kalau kita jadi lebih baik seneng juga kan? Nggak capek, nggak bingung, hidup juga akan dipenuhi dengan hal-hal baik. Percaya deh. Yuk semangat untuk kamu yang sedang menerka-nerka dan menumbuhkan self-love, semangat juga kamu yang sedang berada di titik merasa bahwa dunia sedang tidak berpihak padamu. Kamu hebat sudah bertahan sejauh ini, terima kasih, ya? Mau kan terus bertahan? Mau ya? Aku temenin deh...

"You can't let someone else lower your self-esteem, because that's what it is - self-esteem. You need to first love yourself before you have anybody else love you." -Winnie Harlow.

Source: https://en.wikipedia.org/wiki/Self-love#cite_note-3

Comments